A.Jaman Penjajahan
1.Penjajahan Belanda bebPada saat penjajahan Hindia Belanda, banyak mobil dan sepeda motor yang masuk ke Indonesia. Ketika mobil dan sepeda motor bertambah banyak Pemerintah Hindia mulai merasa perlu mengatur penggunaannya. Peraturan pertama dikeluarka pada tanggal 11 Nopember 1899 dan dinyatakan berlaku tepat tanggal 1 Januari 1900. Bentuk peraturan ini adalah Reglement(Peraturan Pemerintah) yang disebut Reglement op gebruik van automobile(staadblaad 1899 No. 301) dan Peraturan Pelaksanaannya “Voorschriften tot uitvoering van het algemeen Reglement op het gebruik van niet op spoorstaven loopende, door mechanische beweegkracht voortbewogen voertuigen (automobielen) op de ovenbare wegen inNederlandsh-Indie”(S. 1899 No. 302). Reglement tersebut memuat peraturan mengenai ijin untuk menggunakan “mobil”di jalan umum, cara-cara mengemudikan dan ijin untuk mengemudikan kendaraan bermotor.
Beberapa bagian dari peraturan itu sangat menarik perhatian karena menggambarkan keadaan pada waktu itu. Dibawah ini saya kutip beberapa hal (diterjemahkan).
a.Pasal 4
1)Kecepatan tidak boleh melebihi 20 Km/Jam
2)Pada waktu menurun, mendekati atau melewati jalan yang meliku atau menyudut, dalam dan daerah dekat perumahan (bebowde kommen), pada waktu melintasi jalan atau persimpangan jalan, dijembatan-jembatan atau pada waktu melewati gedung-gedung yang terletak dipinggir jalan, kecepatan sekali-kali tidak boleh melebihi 8 Km/Jamb.
Pasal 5
1)Pada waktu berpapasan dengan atau melewati ternak (vee) yang digiring melalui jalan dan kuda-kuda yang menghela kendaraan, ditunggangi atau tidak ditunggangi, kecepatan harus dikurangi atau harus berhenti kalau khewan-khewan memberikan tanda ketakutan2)Pengemudi kendaraan bermotor (mobil) harus berusaha agar khewan-khewan tidak menjadi takutSetelah dikeluarkannya Reglement ini, maka ditahun 1910 (S.1910 No. 465) ditetapkan “Rijwel Reglement”yang mengatur segala sesuatu mengenai sepeda yang digunakan di jalan umum.Dengan perkembangan lalu lintas yang semakin pesat, maka dengan staatsblad 1917 No. 73 diadakan peraturan baru mengenai pemakaian kendaraan bermotor dijalan umum (Peraturan ini disebut “Motor Reglement”)
Untuk mengimbangi perkembangan lalu lintas yang terus mengingat, maka pemerintah Hindia Belanda memandang perlu membentuk wadah Polisi sendiri yang khusus menangani lalu lintas, sehingga pada tanggal 15 Mei 1915, dengan Surat Keputusan Direktur Pemerintah Dalam Negeri No. 64/a lahirlah satu organ Polisi pada waktu itu ada 4 (empat)bagian, yaitu bagian sekertaris, bagian serse, bagian pengawas umum dan bagian lalu lintas. Pada mulanya bagian lalu lintas disebut Voer Wesen, sebagai jiplakan dari bahasa Jerman “Fuhr Wessen”yang berarti pengawasan lalu lintas. Organ ini terus disempurnakan, diberi nama asli dalam bahasa Belanda Verkeespolitie(Polisi Lalu lintas).
Selama penjajahannya Pemerintah Hindia Belanda aktif membuat aturan-aturan mengenai Polisi lalu lintas. Pada tanggal 23 Februari 1933 dikeluarkan Undang-Undang lalu lintas jalan dengan nama: DE Wegverkeers Ordonantie(stadblaad No. 68). Undang-Undang ini terus disempurnakan tanggal 1 Agustus 1933 (stadblaad No. 327). Tanggal 27 Februari 1936 (Stadblaad No. 83), tanggal 25 Nopember 1938 (stadblaad No. 657 dan terakhir tangal 1 Maret 1940 (Stadblaad No. 72).
Didalam Undang-Undang Lalu Lintas 1933 tanggal 23 Februari 1993 S. 86, dasar penyusunannya adalah jaminan keamanan dan kelancaran lalu lintas. Hal ini terbuktidari pasal 2 ayat 1 yang berbunyi “Dilarang menggunakan jalan dengan cara sedemikian rupa sehingga DAPAT merintangi atau membahayakan kebebasan (kelancaran) atau keamanan lalu lintas atau DAPAT menimbulkan bahaya kerusakan jalan”(Dalam bahasa Belanda: Het is verboden op zonadige wijze van een weg gebruik te maken dat de vrijheid of veiligheid van het werkeer KAN worden belemmerd of in gevaar gebracht of dat gevaar KAN ontstaan voor beschadiging van de weg).
Didalam pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Lalu Lintas Tahun1933 ini mengatur terkait dengan registrasi kendaraan bermotor nomor dan hurufnya diberikan oleh Kepala Kepolisian Keresidenan, hal ini dapat kita peroleh dari perubahan atas Undang-Undang ini yang menjadi Undang-Undang No. 7Tahun 1951tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Lalu Lintas Jalan (WEGVERKEERSORDONNANTIE, STAATSBLAD 1933 NO. 86). Adapun susunan dari Undang-Undang lalu lintasmengatur persoalan sebagai berikut:
a.Pengaturan lalu lintas mengenai berlalu, berhenti, dan cara berpapasan dengan kendaraan lain, termasuk pula peraturan-peraturan mengenai penerangan dan isyarat;
b.Peraturan mengenai susunan, ukuran dan muatan dari kendaraan;
c.Peraturan mengenai tanda-tanda pengenal (identificatie) dari kendaraan dan pengemudinya, juga mengenai kecakapan untuk bertindak sebagai pengemudi (surat tanda nomor kendaraan dan surat ijin mengemudi);
d.Peraturan-peraturan istimewa yang diperlukan berhubung dengan kendaraan-kendaraan yang memberikan kesempatan kepada umum (kendaraan umum), teristimewa peraturan mengenai perusahaan-perusahaan bis dan truck yang menyelenggarakan dinas angkutan antara tempat-tempat yang tertentu.
e.Peraturan-peraturan yang perlu untuk memelihara jalan-jalan
Dari sejarah ini, bahwa kendaraan bermotor yang semakin banyak maka dilakukan pengaturan penggunaannya oleh organ bagian Polisi Lalu Lintas (Verkeespolitie).Penggunaan dalam arti bahasa dalam KBBI adalah proses, cara, perbuatan menggunakan sesuatu, pemakaian. Penggunaan merupakan sebuah proses yang artinya adanya sebuah kegiatan pendataan terhadap kendaraan yang kemudian diatur pemakaiannya hal ini dapat juga diartikan sebagai registrasi kendaraan bermotor. Artinya bahwa sejak ada kendaraan bermotor di Indonesia Polisi Lalu lintas sudah melakukan registrasi terhadap kendaraan bermotor yang ada pada saat penjajahan Belandayang dilakukan oleh Kepala Kepolisian Keresidenan.
2.Penjajahan JepangDi masa Penjajahan Belanda, aspek kehidupan ditentukan oleh kekuasaan Militer. Dalam organ kepolisian hanya ada organ Kempetai (Polisi Militernya Jepang), yang juga mengatur lalu lintas jalan. Anggota Polisi lalu lintas yang bersedia bekerja sama dengan Jepang dan sudah berpengalaman sebelumnya mendapat tugas membentuk registrasi kendaraan bermotor terutama yang ditinggal pemiliknya karena suasana Jepang.
Polisi lalu lintas kembali tampil dengan perlengkapan yang ada, senjata, kendaraan dan lainnya siap mengamankan masyarakat dalam menyambut hari gembira yaitu Proklamasi. Dengan kendaraan yag ada Polisi Lalu lintas mengamankan dan mengawal para pejabat/politikus yang akan menuju gedung Proklamasi di Jl. Pegangsaan Timur serta ke lapangan Gambir guna menyambut proklamasi yang bersejarah itu.
Dari fakta sejarah pada masa penjajahan Jepang memang tidak begitu terlihat Polisi lalu lintas karena pemerintahan bersifat militer, Polisi Militer (Kempetai) yang menangani terkait dengan permasalahan Polisi salah satunya adalah meregistrasi kendaraan bermotor terutama yang ditinggal pemiliknya dalam hal ini bangsa Belanda
B.Jaman Kemerdekaan1.Periode 1945 –1950
Pada saat kemerdekaan sampai dengan 28 Desember 1945 sudah terlihat peran dari Polisi lalu lintas di JalanRaya. Banyak tokoh-tokoh polisi yang ikut aktif dalam mempersiapkan hari proklamasi bersama dengan tokoh-tokoh lainnya. Tokoh-tokoh Polisi tersebut antara lain R.S Soekanto dan R. Sumanto. Selanjutnya, pada tanggal 19 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan bahwa Polisi termasuk didalam lingkungan Departemen Dalam Negeri. Hal ini berarti Jawatan Kepolisian Negara, secara administrasi mempunyai kedudukan yang sama dengan Dinas Polisi Umum dari Pemerintah Hindia Belanda.
Kemudian pada tanggal 30 September 1945 Belanda dengan dipimpin oleh Van Der Plas membujuk Polisi Republik Indonesia berunding segitiga dengan Belanda dan Jepang. Dalam perundingan itu Van Der Plas memerintahkan agar Polisi tetap bekerja dengan pangkat yang ada. Apabila cakap akan tetap dipertahankan dan apabila tidak, maka akan diberhentikan. Sedangkan perwakilan Polisi Republik Indonesia, Sosrodanu Kusumo memberikan masukan agar Belanda terus berhubungan dengan pemerintah Republik Indonesia dari peristiwa itu,jelas bahwa Belanda tetap ingin menguasai Kepolisian Republik Indonesia.
Tanggal 29 Desember 1945, Kantor Polisi Jakarta tiba-tiba diserbu serentak oleh tentara sekutu (Inggris). Semua anggota Polisi dikumpulkan dikantor Besar Polisi, baru setelah beberapa hari dilepaskan kembali. Selanjutnya, Presiden mengangkat dan menetapkan R.S. Soekanto sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang pertama.Pada Januari 1946 dibentuklah Civil Police dimana Polisi Indonesia dan Polisi Belanda dipisahkan, sedangkan Inggris sebagai penengahnya. Kemudian pada tanggal 1 Juli 1946 dengan penetapan Pemerintah No. 11/SD tahun 1946 Jawatan Kepolisian Negara dipisahkan dari Departemen Dalam Negeri dan Menjadi Jawatan sendiri dibawah Perdana Menteri, tanggal ini selanjutnya dijadikan tanggal kelahiran dan dijadikan hari Bhayangkara.
Pada periode ini, Jawatan Kepolisian Negara, mulai membenahi wadah-wadah, organisasi kepolisian walaupun menghadapi berbagai kendala usaha yang dilakukan salah satunya adalah menyusun kembali Polisi Lalu Lintas, dengan tugas lain yang pada saat dan waktu mendatang diperlukan.
2.Periode 1950 –1959
Pada periode ini lahir seksi lalu lintas dalam wadah Polisi Negara Republik Indonesia, dikarenakan kemajuan dan perkembangan masyarakat yang mulai perlu diantisipasi maka organisasi Polisi memerlukan penyesuaian agar dapat mewadahi dan menangani pekerjaan dengan cepat.Untuk itu, diperlukan spesialisasi sehingga pada tanggal 9 Januari 1952 mulai pembentukan kesatuan-kesatuan khusus seperti Polisi Perairan dan Udara serta Polisi Lalu Lintas yang dimasukkan dalam pengurusan bagian organisasi. Untuk Polisi Lalu Lintas di wilayah Jakarta Raya merupakan bagian tersendiri yang mempunyai rumusan tugas sebagai berikut:
a.Mengurus lalu lintas
b.Mengurus kecelakaan lalu lintas
c.Pendaftaran nomor bewijs
d.Motor Brigade keramaian
e.Komando Pos Radio dan Bengkel